Cerita Rakyat Norwegia

TIMUR  DARI  MATAHARI
DAN
BARAT  DARI  BULAN

Diadaptasi dari cerita :   East Of The Sun And West Of The Moon 
Karangan  :   Peter Christen Asbjørnsen  dan  Jørgen Moe


Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang petani miskin dengan 5 orang anak gadisnya.  Sebegitu miskinnya sang petani,  hingga ia tidak mampu lagi memberikan kelima anaknya makanan untuk di makan dan pakaian yang layak untuk mereka pakai.  Mereka berenam tinggal di pondok berdindingkan bambu anyaman.

Kelima anak gadis pak tani memiliki paras yang sangat cantik.  Namun, diantara mereka berlima, si bungsu lah yang memiliki paras tercantik dan kecantikan si bungsu sangat terkenal dikarenakan kecantikannya itu abadi dan ia tidak akan pernah menjadi tua.

Hari itu adalah hari selasa. Cuaca begitu buruk di malam hari.  Membuat suasana malam itu begitu mencekam.  Hujan turun dengan derasnya dan angin bertiup sangat kencang hingga membuat dinding bambu pondok pak tani berderak-derak.

Pak tani dan kelima putrinya sedang berdiang di dalam pondok mereka.  Masing-masing sedang asyik dengan kesibukannya sendiri. Ada yang sedang bercanda, sedangkan pak tani tengah duduk santai, dan ada pula yang tengah menjahit diantara gelapnya malam dan cahaya perapian.

Tiba-tiba, terdengarlah suara ketukan pintu sebanyak tiga kali dari arah luar, " tok...tok...tok "
Mereka terkejut.  Siapa gerangan yang berani bertamu di tengah cuaca buruk seperti ini ?
Pak tani pun beranjak dari tempat duduknya, " Sudah, tenanglah. Biar ayah lihat dulu siapa yang berani bertamu di malam seburuk ini. Kalian tunggu saja disini." ujar pak tani kepada putri-putrinya.

Pak tani pun membuka pintu pondoknya dan keluar. Betapa terkejutnya ia saat yang dia lihat sang tamu yang mengetuk pintunya adalah beruang putih yang sangat besar.

" Selamat malam, Pak Tani yang budiman." sapa si beruang putih.

" Oh...i..i..iya...selamat malam juga, Tuan Beruang.." jawab pak tani sambil tergagap.

" Pak Tani, apakah anda bersedia memberikan putri bungsu anda kepada saya ? " tanya beruang putih tanpa basa-basi.
Pak tani hanya bisa terdiam bingung mendengar permintaan sang beruang. Paham akan kebingungan pak tani,  beruang berkata,

" Kalau kau bersedia memberikan putri bungsumu yang terkenal akan kecantikan abadinya, wahai petani, aku akan menjadikan kau orang kaya sekaya kau dengan kemiskinanmu yang sekarang. "

Wow, tidak ada seorangpun yang menolak untuk menjadi orang kaya, pikir pak tani.  Terlebih lagi, pak tani begitu miskin hingga ia sendiripun sudah bosan dengan kemiskinannya. Namun, kebimbangan masih saja meliputi hati pak tani. Ia pun berfikir sejenak,

" Baiklah, Tuan Beruang, izinkan aku berbicara dahulu dengan putri bungsuku. " ujar pak tani akhirnya.

Beruang putih mengangguk tanda setuju. Pak tani pun masuk kembali kedalam pondoknya dan menemui kelima putrinya. Pak tani bercerita kepada mereka  tentang tamu mereka adalah seekor beruang putih dan keinginan si beruang untuk membawa si bungsu pergi bersamanya serta janji si beruang akan menjadikan mereka kaya raya sekaya-kayanya seperti mereka semiskin-miskinnya saat ini.

" Tidak !!  Aku tidak mau !! Tolong, Ayah, jangan berikan aku kepada si beruang itu. Aku tidak mau !! "  jerit si bungsu.

Setelah mendengar penolakan dari anak gadisnya, si bungsu, pak tani berfikir sejenak lalu ia keluar dari pondoknya lagi dan menemui si beruang putih.
" Aku belum bisa membujuk putri bungsuku sekarang. " kata pak tani.  " Bagaimana kalau kau datang lagi kemari hari selasa depan, beruang putih ? "

Beruang putih mengangguk dan ia pun pergi.
Sementara itu,  pak tani terus saja membujuk si bungsu agar ia mau menerima tawaran dari si beruang putih.  Pak tani terus mengingatkan bahwa inilah saatnya si bungsu berkorban bagi mereka.  

Namun, sekeras apapun usaha pak tani, sekeras itu pula ia mendapat penolakan dari putri bungsunya. Pak tani pun tak menyerah. Pak tani terus mengingatkan kepada si bungsu tentang kehidupan mereka, tentang kakak-kakaknya yang akan bahagia dan merasakan bagaimana menjadi wanita terhormat dan tak lupa, pak tani mengatakan bahwa si bungsu pun juga akan kaya raya apabila ia hidup tenang bersama beruang putih. 

Mendengar bujukan sang ayah dan keadaan kakak-kakaknya, si bungsu pun menyerah.  Ia menyetujui permintaan ayahnya untuk diserahkan kepada beruang putih.  Terbayang di benak pak tani akan segera menjadi orang yang kaya raya begitupun dengan kakak-kakaknya.

Si bungsu pun dibantu oleh ayahnya dan kakak-kakaknya menyiapkan diri.  Ia mencuci bajunya. Menjahit sobek-sobek di bajunya lalu membundel baju lusuhnya dengan selembar kain yang mulai sobek disisi-sisinya.  Kakak-kakaknya pun mengajarinya bagaimana menjadi wanita seutuhnya dan wanita yang pintar agar pantas mendampingi si beruang putih.

Akhirnya, hari selasa yang dijanjikan pun tiba. Beruang putih datang dan mengetuk pintu pondok pak tani sebanyak tiga kali, " tok....tok....tok...."

Pak tani keluar dan menyambut si beruang putih beserta kakak-kakaknya.  Si bungsu memakai mantel dinginnya lalu membawa bundelan bajunya dan meletakkannya di punggungnya. Ia pun menyusul keluarganya di pintu depan.  Beruang putih melihat kearah si bungsu.

" Kita pergi sekarang ? "  tanya beruang putih.  Si bungsu mengangguk.  Mereka pun berjalan bersama meninggalkan pondok pak tani dan keluarga si bungsu. Pak tani beserta kakak-kakak si bungsu mengiringi kepergian si bungsu dengan melambaikan tangan.

Si bungsu berjalan di belakang beruang putih.  Malam begitu gelap pekat. Mereka semakin jauh dari pondok nya si bungsu dan semakin masuk ke dalam hutan.
Si bungsu merasa merinding. Sejuta pertanyaan menghiasi benaknya. Namun, tak berani ia ungkapkan kegelisahan hatinya.

" Kamu takut ? "  tanya beruang putih tiba-tiba.

Si bungsu menggeleng cepat, " Tidak. Aku hanya sedang mengikat mantelku lebih kuat. Tak ada yang perlu aku takutkan ! "  sahut si bungsu tegas.

" Baiklah, kalau kau memang pemberani, naiklah ke punggungku sekarang. Biar kita lebih cepat sampai di tujuan. "  kata beruang putih.

Si bungsu menuruti permintaan beruang putih.  Lalu, beruang putih lari secepat angin menembus kegelapan malam dan dinginnya udara di dalam hutan.

Setelah melalui perjalanan yang panjang, sampailah mereka di sebuah tebing curam besar yang sangat tinggi.  Beruang putih menyuruh si bungsu untuk turun dari punggungnya. Lalu, beruang putih mengetuk tebing itu sebanyak tiga kali.

Terbukalah sebuah pintu di dinding tebing itu.

" Ayo, silahkan masuk ke dalam. Kamu pasti lelah. " ujar beruang putih.

Si bungsu masuk ke dalam tebing itu. Ia tercengang melihat sebuah ruangan mewah di dalam tebing itu. Ruangan itu begitu besar dan memiliki banyak kamar. Seluruh ruangan berlapiskan emas dan perak. Seperti sebuah istana kecil.

Cahaya lilin yang menggantung di seluruh dinding, menyinari emas dan perak lalu memantul ke seluruh ruangan dengan indahnya sehingga ruangan itu tampak bersinar terang.

Di bagian tengah ruangan itu, ada satu set meja makan yang sangat mewah lengkap dengan kursi emasnya. Diatas meja makan telah tersedia makanan yang lengkap dan sangat mewah yang bahkan, belum pernah si bungsu melihatnya.

Saat si bungsu tengah asyik menikmati pemandangan ruangan itu, si beruang putih menghampirinya dan memberikannya sebuah lonceng kecil berwarna perak.

" Kalau kau menginginkan sesuatu, bunyikanlah lonceng ini. Maka kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan. "  ujar beruang putih.

Beruang putih lalu mengajak si bungsu untuk menikmati hidangan yang tersedia. Si bungsu makan dengan lahapnya.  Belum pernah ia merasakan makanan selezat itu. Ditambah lagi, perutnya memang belum terisi apa-apa sejak pagi.  Tak berapa lama, hidangan yang disajikan pun habis oleh si bungsu.

" Kau pasti lelah. Aku juga lelah.  Mari kita istirahat saja. "  kata beruang putih setelah mereka menyelesaikan makan.

"  Aku tidur dimana ? "  tanya si bungsu.

" Kau 'kan punya lonceng. Bunyikanlah lonceng itu. "  jawab beruang putih.

Lalu, si bungsu membunyikan lonceng peraknya dan mengucapkan keinginannya. Belumlah sempat ia membuka mata, si bungsu sudah berada di sebuah kamar yang sangat mewah lengkap dengan tempat tidur berlapiskan emas disisi-sisinya.

Tirai jendela kamar berbahan dari sutra. Itupun juga berlapiskan emas dan perak.  Seluruh perabotan di kamar itu juga berlapiskan emas dan perak. Si bungsu menyentuh kasur yang ada di tempat tidur mewah itu.  Terasa begitu sangat lembut.  Kasur yang dilapisi sprei berwarna putih bersih lengkap dengan beberapa bantal bulu angsa yang lembut dan dilapisi sarung bantal dari sutra. Benar-benar mengundang siapapun ingin tidur diatas kasur itu !

Si bungsu pun meniup lilin dan segera naik ke atas tempat tidur. Ia begitu lelah hingga tidak lama, ia pun langsung terlelap.

Tengah malam pun tiba. Bulan purnama bersinar dengan lembutnya.  Tiba-tiba, ada sesosok yang menyelinap ke dalam kamar tidur si bungsu. Lalu, sosok itu naik ke tempat tidur si bungsu dan ikut tidur disampingnya.

Si bungsu merasa ada seseorang di sampingnya.  Namun, karena ruangan begitu gelap, ia tidak bisa melihatnya.  Dan saat si bungsu terbangun, sosok itu sudah menghilang.

Sosok misterius itu tak lain dan tak bukan adalah si beruang putih.  Setiap malam, ia selalu menyelinap ke kamar si bungsu,  lalu tidur disampingnya,  disaat si bungsu sudah terlelap dan kamarnya dalam keadaan gelap.  Lalu, beruang putih pergi meninggalkan si bungsu tepat saat matahari keluar dari balik pegunungan.

Hari-hari si bungsu terasa begitu indah di dalam istana beruang putih yang megah. Ia bermain dengan semua yang ia inginkan hanya dengan membunyikan lonceng perak titipan beruang putih.
Namun, lama kelamaan, ia pun merasa bosan.  Ia begitu kesepian karena harus bermain sendirian setiap hari.

Beruang putih tidak pernah ada di dalam istananya pada siang hari.  Ia selalu kembali saat matahari mulai terbenam.  Si bungsu mulai sedih. Setiap hari ia menangis.  Ia begitu rindu pada ayahnya, kakak-kakaknya,  pondoknya dan semua hal tentang keluarga dan tempat tinggalnya.  Ia ingin melihat ayahnya.  Ia ingin tahu keadaan semua keluarganya.  Si bungsu ingin pulang.....

Suatu malam, disaat mereka sedang menikmati makan malamnya, si bungsu tidak bergairah seperti biasanya.  Bahkan, ia tidak menyentuh hidangan lezat yang tersedia di hadapannya.

"  Adakah yang membuatmu gelisah, putri cantik ? "  tanya si beruang putih lembut.

"  Aku mau pulang. "  ujar si bungsu.  "  Aku rindu pada keluargaku dan pondokku. Aku kesepian.  Aku mau bertemu dengan mereka. "  sahut si bungsu menitikkan air matanya.

" Aku tau perasaanmu.  Baiklah, jika itu memang maumu, kau bisa pulang. Aku akan mengantarmu hingga ke pondokmu hari minggu nanti. "  kata si beruang putih.

Hari Minggu yang dinantikan pun tiba.  Pagi-pagi buta bahkan sebelum matahari terbit, Beruang putih membangunkan si bungsu untuk bersiap.  Ia akan mengantarkan si bungsu kembali ke pondoknya agar bisa bertemu dengan keluarganya.

" Naiklah ke punggungku. "  kata si beruang putih.

Setelah melalui perjalanan jauh, sampailah mereka di sebuah rumah besar. Si bungsu melihat kakak-kakaknya sedang asyik bermain kejar-kejaran di halaman depan rumah besar itu.

" Itulah rumahmu sekarang. "  ujar beruang putih.

Si bungsu amat gembira.  Segala yang terlihat saat ini begitu indah di hadapan matanya.  Ia memeluk beruang putih dan mengucapkan terimakasih kepadanya.  Sebelum si bungsu kembali kepada keluarganya dan rumah barunya,  beruang putih pun menitipkan pesan kepadanya,

"  Berjanjilah padaku satu hal. "  kata beruang putih.  

" Apa yang kau inginkan ? "  tanya si bungsu.

" Jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang apa yang kau alami dan kau dapat selama kau tinggal denganku.  Bahkan, kepada ayahmu sekalipun.  Karena sesungguhnya, nanti ayahmu akan mengajakmu ke kamarnya dan memaksamu cerita apa saja yang kau alami. "  jawab beruang putih.

"  Dan jika kau sempat menceritakan apa yang terjadi kepada ayahmu,  maka sesuatu yang buruk akan tejadi menimpa kita. "  imbuh beruang putih.

Si bungsu pun berjanji untuk tidak menceritakan apapun kepada siapapun termasuk kepada ayahnya.

"  Sekarang, pergilah. Aku akan menjemputmu lagi hari Minggu depan. "  kata beruang putih.

Si bungsu berlari bahagia menuju saudara-saudaranya dan rumah barunya.  Ketika si bungsu berlari,  beruang putih segera membalikkan badannya dan pergi meninggalkan mereka.

Kakak-kakak si bungsu begitu bahagia menyambut adik mereka yang telah kembali.  Kakak pertama si bungsu segera berlari ke rumah dan mengatakan kepada pak tani, ayah mereka, bahwa si bungsu telah pulang ke rumah.  Sedangkan yang lain mengajak si bungsu masuk ke dalam rumah baru mereka.

Kakak-kakak si bungsu memamerkan kepada si bungsu apa saja yang mereka punya setelah kepergian si bungsu dan mereka ingin berterimakasih kepada beruang putih yang mengabulkan keinginan mereka menjadi orang kaya.  Mereka pun tak lupa berterimakasih kepada si bungsu, karena pengorbanannya ikut bersama beruang putih,  mereka memiliki segalanya sekarang.

Ayah si bungsu, pak tani, pun begitu bahagia melihat kehadiran putri bungsunya kembali di rumah.  Ia segera memeluk si bungsu.  Air mata antara keduanya tidak bisa berhenti karena begitu bahagia bisa saling bertemu setelah sekian lama.  Pak tani juga mengucapkan terima kasih atas pengorbanannya. 

" Nak,  kau pasti rindu masakan rumah.  Sekarang, bersalinlah. Aku akan menyiapkan makan malam untuk kita. "  kata pak tani melepaskan pelukannya kepada si bungsu.

Pak tani dan kakak-kakak si bungsu segera menyiapkan makan malam untuk mereka sekeluarga.  Setelah hidangan siap,  mereka pun menyantapnya bersama.  Kakak-kakak si bungsu penasaran, apa yang sebenarnya terjadi selama adik mereka bersama si beruang putih.

" Yaaaah....semuanya indah dan baik-baik saja kok, Kak.  Beruang putih begitu baik padaku. Lagipula, ia sangat menghormatiku dan tidak berbuat macam-macam.  Ia memberikanku segala yang kubutuhkan.  Aku tidak pernah kekurangan disana. "   elak si bungsu untuk menceritakannya lebih jauh.

"  Sudah...sudah....apa yang bisa kau ceritakan, ceritakanlah.  Apa yang tidak mau kau ceritakan, simpan saja hal itu sebagai rahasiamu.  'Kan kau bisa menceritakan pengalamanmu kapan saja kau mau kepada kami, bukan ? "  bela pak tani.

Si bungsu mengangguk, dan mereka melanjutkan makan malam pertama mereka di rumah mereka yang baru bersama adik bungsu.

Setelah acara makan-makan selesai,  si bungsu membantu ayahnya membersihkan perabotan makan dan meja makannya.  Saat si bungsu mencuci piring, pak tani mendekati si bungsu,

"  Nak,  kau bisa menyimpan segala rahasiamu pada ayahmu ini.  Ceritakanlah pada ayah.  Ayah tunggu kau di kamar, yah ? "  bujuk pak tani.

Si bungsu tak bisa mengelak permintaan ayahnya.  Ia pun menuruti permintaan ayahnya untuk bercerita di dalam kamarnya.
Setelah seluruh perabotan makan bersih,  si bungsu menunggu kakak-kakaknya terlelap.  Ia lalu menuju ke kamar pak tani dan mengetuknya pelan-pelan.  Pak tani mempersilahkan ia masuk ke dalam.

"  Mari, nak,  duduk di samping ayah. "  kata pak tani lembut sembari tangannya menepuk-nepuk kasur dengan lembut menyuruh si bungsu agar duduk di tempat tidurnya.

Akhirnya,  si bungsu pun melanggar janjinya kepada beruang putih.  Ia menceritakan segalanya tentang apa yang dialaminya selama bersama beruang putih.  Ia juga menceritakan bahwa hari minggu depan, beruang putih akan menjemputnya kembali.

Si bungsu pun juga menceritakan bahwa ada sesosok misterius yang selalu menyelinap ke dalam kamarnya dan ikut tidur di sampingnya.  Lalu, sosok misterius itupun menghilang sebelum ia membuka matanya di pagi hari.

"  Oh, anakku sayang..."  sahut sang ayah prihatin.  "  Apa yang kutakutkan mungkin terjadi.  Jangan-jangan itu adalah makhluk sejenis troll yang ikut tidur bersamamu.  " lanjut pak tani.

Si bungsu bingung. Tak yakin bahwa yang tidur bersama di sampingnya adalah troll.

"  Ayah,  bukankah troll itu makhluk yang jahat ? "  tanya si bungsu.  "  Tapi, tidak terjadi apa-apa denganku, Yah. "  ujarnya meyakinkan pak tani.

"  Tenang, sayang,  aku punya nasihat yang bagus agar kau bisa memastikan sosok itu troll atau bukan. "  jawab ayahnya sambil mengeluarkan sebatang lilin dari sebuah laci meja yang berada tepat di samping tempat tidurnya.  Pak tani memberikan lilin itu kepada si bungsu.

"  Simpan lilin ini di dalam bajumu saat beruang putih menjemputmu.  Begitu kau merasa sosok itu menyelinap lagi ke dalam kamarmu dan ikut tidur disampingmu,  nyalakan lilin ini dan lihatlah wajahnya.  Ingat, sayang,  lilin ini akan meleleh bila dinyalakan.  Jangan sampai kau menjatuhkan lelehan lilin ini ke atas tubuhnya. "  nasihat pak tani.

Hari minggu yang dijanjikan pun tiba.  Seperti biasa,  beruang putih kembali menjemput  si bungsu dan disambut oleh keluarga si bungsu.  Si bungsu pun menyimpan lilin pemberian ayahnya itu di dalam bajunya yang tebal.  Ia pun berangkat kembali bersama si beruang putih.

Namun,  sesaat mereka di tengah hutan,  beruang putih memastikan bahwa si bungsu tidak menceritakan apapun kepada pak tani, ayahnya.  Awalnya, si bungsu mengatakan tidak.  Tetapi setelah didesak oleh beruang putih,  si bungsu tidak bisa mengelak lagi.  Ia pun mengangguk,

"  Iya,  telah kuceritakan semuanya kepada ayahku, beruang.  Aku tidak bisa berbohong kepadanya karena ia ayahku.  Ayahku juga menitipkan sebuah lilin untuk kunyalakan agar aku bisa melihat siapa sosok yang ikut tidur bersamaku setiap malam.  "  tangis si bungsu pun meledak.

" Ayahku juga menitipkan pesan padaku agar tidak menceritakan perihal lilin ini kepadamu, beruang.  Tetapi, karena kau sudah begitu baik kepadaku dan keluargaku,  aku juga tidak bisa berbohong kepadamu. "  isak si bungsu.

"  Yang terjadi, terjadilah. "  sahut si beruang putih.  "  Jaga dirimu baik-baik.  Aku tak bisa menjagamu lebih lama lagi,  kalau kau lebih mendengarkan perkataan ayahmu daripada aku.  Kalau kau memilih menjalankan perkataan ayahmu,  kita berdua akan segera mendapat bencana besar.  "  Beruang putih pun memperingatkan si bungsu.

Mereka pun melanjutkan perjalanan panjang lagi.  Begitu mereka sampai di istana dalam tebing tinggi itu,  mereka sudah amat sangat kelelahan.  Mereka segera pergi ke tempat tidur masing-masing.  Begitupun si bungsu.  Ia segera menyalin pakaiannya,  mematikan lampu dan tidur lelap.

Antara sadar atau tidak,  si bungsu merasa ada seseorang yang membuka pintu kamarnya yang gelap.  Naik ke tempat tidurnya,  menarik selimut yang sama yang sedang dipakai si bungsu lalu tidur di sampingnya.

Rasa penasaran si bungsu tidak dapat terbendung lagi walau ia ingat peringatan si beruang putih.  Setelah merasa sosok itu sudah terlelap,  diam-diam,  ia mengambil lilin pemberian ayahnya dan menyalakannya.  Segera si bungsu mengarahkan cahaya lilin itu kepada sosok di sampingnya.

Betapa terkejutnya si bungsu, justru yang ia lihat adalah sesosok pria yang amat sangat tampan sedang terlelap di sampingnya.  Si bungsu mengarahkan lilin itu lebih dekat lagi kepada pria tampan itu.  Si bungsu mencoba meraba wajah pria itu.  Kulit pipinya begitu lembut,  kata si bungsu dalam hati.  Orang ini seperti seorang pangeran, pikirnya.

Si bungsu langsung jatuh cinta kepada pria tampan itu.  Ia merasa begitu bahagia malam itu.  Lalu, ia mendekatkan wajahnya kepada pria itu dan mencium pipinya dengan lembut,

"  Selamat tidur,  pangeranku.  "  ujar si bungsu dengan lembut.

Si bungsu tidak sadar, disaat ia sedang mencium pria itu, tetesan air dari lelehan lilin yang menyala jatuh keatas kulit tangan pria tampan itu.  Pria itu kaget dan terbangun saat melihat si bungsu menciumnya.

"  Apa yang kau lakukan ?! "  bentak pria itu.  "  Kau tidak menuruti permintaanku ! Kau melanggar janjimu ! " jeritnya.

Si bungsu yang ketakutan menjauh dari sisi pria tampan itu.

"  Kau benar-benar membawa masalah dan bencana kepada kita berdua ! Apakah kau tahu siapa aku ? "  suara pria itu melengking tajam.  Si bungsu menggeleng ketakutan.

"  Akulah si beruang putih.  Aku adalah seorang pangeran.  Aku memiliki seorang ibu tiri jahat yang mengutukku menjadi seekor beruang putih kala siang dan akan berubah kembali menjadi manusia kala malam. " suara pria tampan yang ternyata beruang putih itu tetap meninggi.

Ia pun menghela nafas dalam,  " seandainya saja kau menuruti permintaanku dan menungguku satu tahun ini saja,  aku akan bebas dari kutukannya ! "
"  Tapi sekarang, tidak lagi.  Aku akan meninggalkanmu dan akan kembali kepada ibu tiriku. "

" Aku mau membantumu,  beruang putih.  Beri tahu aku bagaimana caranya.  Dimana kau tinggal ? "  tanya si bungsu tergagap-gagap karena tangisan ketakutannya.

"  Kau tidak bisa membantuku apa-apa.  Ibu tiriku membangun sebuah istana yang terletak di timur dari matahari dan barat dari bulan.  Di istana itu ada seorang putri yang memiliki hidung sepanjang tiga meter. Dan kini, aku harus menikahinya.. "  ujar pangeran berat.

"  Beritahu aku dimana letak istana aneh itu ? Aku berjanji akan menemukanmu dan menyelamatkanmu dari putri hidung panjang itu. Beritahu aku...dimana istana itu ? "  tanya si bungsu memaksa.

"  Sudahlah.  Kau tidak akan pernah menemukan jalan kesana.  Kalaupun kau menemukannya, pasti kau sudah terlambat atau bahkan kau tidak akan pernah sampai kesana. "  sahut  si pangeran beruang putih.

" Lebih baik kau tidur sekarang. "  lanjut pangeran beruang putih berlalu meninggalkan si bungsu sendirian di dalam kamarnya.

Si bungsu menangis memikirkan nasib cinta pertamanya.  Ia tidak rela melihat sang pangeran tampan yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama,  menikahi wanita berhidung sepanjang tiga meter.  Si bungsu menangisi kebodohannya.  Ia terus menangis dan menangis hingga ia jatuh tertidur.

Pagi harinya, si bungsu terbangun.  Ia amat terkejut ketika ia terbangun, ia berada di dalam hutan yang sangat gelap. Ia sendirian dan hanya bersama bundelan kain yang berisi baju lusuhnya yang ia bawa saat pertama kali ikut pergi bersama beruang putih.
Ia bingung bagaimana ia bisa berada di dalam hutan itu ? Kemana istana dan semua perabotan mewahnya ? Kemana tebing tinggi ? Dan, kemana sang pangeran tampan.


Si bungsu berputar-putar melihat sekelilingnya. Ia menangis dan mencoba terus berjalan dan mencari dimana istana dan pangeran itu.  Tetapi, sia-sia. 

Yang ia lihat hanyalah pepohonan yang rimbun menutupi seluruh hutan dan menjadikan hutan itu tampak gelap. Si bungsu jatuh terduduk.  Ia menangis histeris memanggil sang pangeran beruang putih.  Akhirnya, si bungsu pun jatuh pingsan di tengah hutan.


Keesokan harinya, si bungsu terbangun. Ia mengusap wajahnya dan bertekad akan pergi mencari sang pangeran beruang putih yang ia cintai walau harus keujung dunia.  Si bungsu pun bergegas pergi. Walau ia tidak tahu kearah mana ia harus melangkah,  tetapi ia tetap berjalan menyusuri hutan. Ia yakin akan bertemu jalan menuju istana yang aneh itu.


Si bungsu berjalan dan terus berjalan.  Keluar-masuk hutan berhari-hari.  Ia amat lelah.  Tetapi ia sudah tidak perduli dengan rasa sakit di kakinya karena lelah berjalan.  Sampailah si bungsu di sebuah tebing tinggi dengan bentuk yang sangat curam. Si bungsu memutuskan untuk beristirahat sejenak.


Ia bersandar pada sebuah pohon. Si bungsu melihat keadaan sekitarnya. Dari kejauhan, ia mendengar suara seorang wanita yang sedang bernyanyi.  Si bungsu memutuskan untuk mencari suara tersebut.  

Si bungsu melihat seorang wanita tua sedang duduk di kaki tebing tinggi itu. Wanita tua itu tengah asyik memainkan sebuah apel emas di tangannya.  Wanita tua itu melempar apel itu lalu menangkapnya lagi. Begitu seterusnya.


Si bungsu dengan perlahan mendekati wanita tua itu,


" Maaf, Nenek yang baik hati. Saya mau bertanya, apakah nenek tau tentang istana aneh yang terletak diantara timur dari matahari dan barat dari bulan ? "  tanya si bungsu lembut.


Wanita tua itu menoleh kearah si bungsu, lalu mengangguk dan kembali memainkan apel emas di tangannya.


" Apakah nenek tahu tentang cerita seorang pangeran yang akan menikah dengan seorang putri berhidung sepanjang tiga meter ? "  selidik si bungsu.  Kali ini, wanita tua itu memandang si bungsu dengan tajam,


" Nona cantik, bagaimana anda bisa tau tentang cerita itu ? Apakah anda adalah wanita yang sudah diramalkan akan merebut sang pangeran dari putri hidung panjang itu ? "  tanya wanita tua dengan suaranya yang serak.


Si bungsu mengangguk semangat, " Iya, nenek. Itulah saya yang dimaksud. "


Seketika, wajah wanita tua itu berubah gembira,  " Jadi kau orangnya ?! " serunya.


" Aku memang tau sedikit tentang itu. Yang aku tahu hanyalah ada seorang pangeran tampan yang tinggal di sebuah istana aneh yang terletak di timur dari matahari dan barat dari bulan.  Selebihnya, aku tidak tahu. " imbuh wanita tua.


" Nek, beritahu aku apapun yang kau tahu. " desak si bungsu.


" Yang aku tahu kau memang ada di sebuah ramalan.  Kaulah yang akan menyelamatkan sang pangeran.  Tapi itu semua tergantung kau, nona. Apa kau bisa sampai disana tepat waktu atau tidak sama sekali. "  ujar wanita tua. Si bungsu yang mendengarkan penjelasannya hanya mampu terdiam.


" Tenanglah, nona cantik. Aku akan membantumu. Pergilah kau ke rumah tetanggaku. Mungkin tetanggaku bisa memberitahumu dimana letak istana aneh itu. Nah, pergilah. Kau bisa meminjam kudaku ini. " kata si wanita tua sambil menyerahkan tali kekang kudanya kepada si bungsu.


Si bungsu lalu menaiki punggung kuda wanita tua itu.  " Jangan lupa, begitu kau sampai di rumah tetanggaku, kembalikan kudaku, yah ? " sahut si wanita tua itu.


" Bagaimana caranya, Nek ? " tanya si bungsu.


" Mudah saja. Begitu kau sampai di depan rumah tetanggaku, jentikkan jari tengah dan ibu jarimu di bawah telinga kiri kudaku. Nanti kuda ini akan kembali ke rumahku dengan sendirinya. "  jawab si wanita tua sambil mengajarkan si bungsu menjentikkan jarinya.


" Oh iya, bawalah apel emas ini bersamamu. Aku yakin suatu saat akan berguna untukmu. "  kata si wanita tua itu sambil menyerahkan apel emas miliknya. Si bungsu pun mengucapkan terimakasih banyak kepada wanita tua yang baik hati itu.  Wanita itu lalu menepuk kudanya dan kuda itu segera lari dengan kencangnya membawa si bungsu.


Dua hari kemudian, sampailah  si bungsu di sebuah tebing curam yang sangat tinggi.  Bentuk tebing ini hampir sama dengan bentuk tebing yang pertama ia jumpai.  Namun, kali ini tebingnya lebih tinggi.  Si bungsu turun dari kudanya. Ia lalu menjentikkan jari-jarinya di bawah telinga kiri kuda itu, dan kuda itupun langsung pergi.


Si bungsu memutuskan berjalan-jalan di sekitar tebing tinggi itu.  Tiba-tiba, ia kembali mendengar suara wanita bernyanyi.  Ia mencoba mendekati arah suara nyanyian itu.  Tampaklah seorang wanita tua sedang duduk di kaki tebing sedang menyisir rambutnya dengan sebuah sisir emas.


Si bungsu segera mendekati wanita tua itu, " Nenek yang baik hati, apakah nenek tahu tentang istana aneh yang terletak di timur dari matahari dan barat dari bulan ? Bisakah nenek memberitahu letak dan jalan menuju istana tersebut ? "  tanya si bungsu dengan lembut.


Wanita tua itu hanya mengangguk dan kembali menyisir rambutnya dengan sisir emasnya.


" Nenek, apakah nenek tahu tentang cerita seorang pangeran yang tinggal di istana itu dan harus menikahi seorang putri berhidung sepanjang tiga meter ? "  selidik si bungsu.


Wanita tua itu segera menoleh kepada si bungsu dan menatapnya, " apakah engkau si gadis dengan kecantikan abadi yang ada di dalam ramalan itu ? Yang akan menyelamatkan sang pangeran dan menikahinya ? "


Si bungsu mengangguk senang. " Sayang sekali, tapi aku tidak tahu sama sekali letak istana aneh itu. "  imbuh si wanita tua dengan suara seraknya.


Si bungsu kecewa. Sama halnya seperti wanita tua pertama yang ia temui. Semua tergantung si bungsu apakah si bungsu bisa datang tepat waktu ke istana itu atau bahkan tidak akan pernah sampai kesana sama sekali.


" Jangan kuatir. Pergilah kau ke rumah tetanggaku. Mungkin saja ia tahu dimana letak istana aneh itu. Nih, kupinjamkan kau kudaku agar cepat sampai. "  kata si wanita tua sambil menyorongkan tali kekang kudanya.


Si bungsu segera menaiki punggung kuda wanita tua itu.


" Hei, nona yang kecantikannya abadi, kalau kau sudah sampai di tempat tetanggaku, jangan lupa kau kembalikan kudaku. "  ujar wanita tua memperingatkan.


" Bagaimana caranya, Nek ? "  tanya si bungsu.


" Jentikkan saja jari tengah dan ibu jarimu di bawah telinga kiri kuda ini. Nanti kuda ini akan pulang dengan  sendirinya. "  sahut si wanita tua.  Si bungsu menggangguk.


" Ini ! Bawalah sisir emas ini bersamamu.  Aku yakin sisir ini akan berguna untukmu satu hari nanti. "  tambah wanita tua itu memberikan sisirnya.


Si bungsu mengucapkan banyak terimakasih kepada wanita tua itu dan dengan sekali tepukan, kuda wanita itu segera berlari kencang membawa si bungsu pergi.


Tiga hari kemudian, sampailah si bungsu di sebuah tebing curam yang tinggi. Bentuknya sama seperti tebing pertama dan kedua yang ia temui namun tebing ketiga ini lebih curam dan lebih tinggi dari sebelum-sebelumnya.


Si bungsu turun dari kudanya. Ia lalu menjentikkan jarinya di bawah telinga kiri kuda tersebut.  Kuda itupun lalu pergi meninggalkan dia. Si bungsu cukup lelah dengan perjalanannya.  Ia memutuskan beristirahat sejenak di bawah pohon.


Tak berapa lama ia beristirahat,  ia mendengar suara seorang wanita yang sedang bernyanyi.  Ia segera bangkit dan mencari sumber suara itu.  Ia menemukan seorang wanita tua di bawah kaki tebing itu.  Wanita tua yang sama seperti wanita tua pertama dan kedua yang ia temui.  

Perbedaannya hanyalah kali ini si bungsu melihat wanita tua ini sedang bermain dan berputar-putar dengan sebuah roda emas miliknya. Seperti permainan hula hup, pikir si bungsu.


Ia mencoba mendekati si wanita tua itu tanpa berusaha mengganggunya.  Si bungsu menowel pundak si wanita tua,


" Maaf mengganggu, nek. Bolehkah saya bertanya, apakah nenek tahu cerita istana aneh yang bernama timur dari matahari dan barat dari bulan ? "  tanya si bungsu lembut.


Si wanita tua menghentikan kegiatannya, menoleh kepada si bungsu dan mengangguk. Lalu, kembali asyik dengan permainannya bersama roda emas miliknya.


" Ehm, nek, bisakah nenek memberitahu saya dimana letak istana tersebut ? Saya harus buru-buru, nek. Kalau tidak nanti saya akan terlambat sampai disana. "  jelas si bungsu.


Wanita tua itu memutar tubuhnya menghadap si bungsu. Ia menatap tajam kearah si bungsu,  " apakah engkau gadis yang kecantikannya abadi dan tak akan pernah menjadi tua ? Apakah engkau gadis yang ada di dalam ramalan yang akan menyelamatkan seorang pangeran dari kutukan dan melepaskannya dari putri berhidung panjang ? "  tanya si wanita tua bertubi-tubi.


Si bungsu mengangguk cepat dengan harapan si wanita tua akan segera memberitahu dimana letak istana aneh tersebut.


" Sayang sekali, aku tidak tahu dimana letak istana aneh itu. "  ujar si wanita tua.  " Aku tidak dapat membantumu banyak.  Padahal, di dalam ramalan segala yang terjadi pada pangeran tergantung padamu. Apakah kau bisa tepat waktu atau kau malah tidak akan sampai sama sekali disana. "  tambah si wanita tua.


Kembali si bungsu menelan kekecewaan.


" Tenanglah, gadis cantik.  Aku akan meminjamkanmu kudaku.  Pergilah kau menuju tempat  si Angin Timur.  Aku yakin dia tahu dimana letak istana itu.  Ia sudah banyak menjelajah berbagai tempat. " jelas si wanita tua sambil memberikan tali kekang kudanya kepada si bungsu.


" Jangan lupa satu hal.  Apabila kau sudah sampai di tempat Angin Timur, kembalikan kudaku. "  sahut si wanita tua.


" Aku tahu. Menjentikkan jari-jariku di bawah telinga kiri kudamu 'kan ? "  jawab si bungsu.  Si wanita tua pun tersenyum.


" Gadis pandai ! Nanti kudaku akan pulang lagi kemari kalau kau melakukan itu. Oh iya, ini. Bawalah roda emas milikku ini bersamamu. Suatu saat roda ini pasti berguna untukmu. "  ujar si wanita tua sambil menyerahkan roda emas miliknya.


Si bungsu segera menaiki kuda milik wanita tua itu dan tak lupa berterimakasih atas segala pertolongannya. Kuda itupun lalu ditepuk oleh si wanita tua dan berlari membawa si bungsu menuju tempat Angin Timur.


Hampir seminggu lamanya, si bungsu berada di perjalanan.  Ia mau pingsan, rasanya. Tetapi, sebelum ia jatuh pingsan, ia sudah berada di tempat si Angin Timur.
Ia segera menjentikkan jari tengah dan ibu jarinya di bawah telinga kiri kudanya. Dan kuda itupun pergi.  Si bungsu segera menghampiri Angin Timur.


" Apakah engkau si ANgin Timur ? "  tanya si bungsu hati-hati.  Angin Timur mengangguk,


" Ada keperluan apa kau kemari, nona cantik ? "  sahut si Angin Timur.


Si bungsu segera menceritakan seluruh pengalamannya kepada si Angin Timur.  Ia juga menceritakan tentang istana aneh yang terletak di timur dari matahari dan barat dari bulan.  Ia sangat berharap bahwa Angin Timur dapat menolongnya.


" Ya....ya....ya....aku pernah mendengar tentang istana itu tapi...oh Tuhan, aku tidak tahu letaknya. Aku rasa istana itu jauh sekali. Aku tidak pernah tertiup sampai sejauh itu. "  jawab si Angin Timur.


" Tapi, kalau kau tidak keberatan, aku akan membawamu terbang menuju tempat Angin Barat. Dia saudaraku. Dia lebih kuat daripada aku. Mungkin saja ia tahu dimana letak istana itu. Ayo, segera naik ke punggungku. Kita segera terbang. "  jelas si Angin Timur.


Si bungsu tak punya pilihan. Ia mengangguk dan berharap Angin Barat dapat menolongnya. Mereka terbang secepat kilat dan mereka pun sudah tiba di tempat Angin Barat.


Angin Timur segera menceritakan kejadian yang menimpa si bungsu.


" Gadis cantik ini adalah gadis yang telah ditakdirkan untuk seorang pangeran yang tinggal di istana yang terletak diantara timur dari matahari dan barat dari bulan.  Gadis ini sudah melakukan perjalanan yang amat jauh untuk bertemu sang pangeran. Karena itulah aku membawanya kesini kalau-kalau kau bisa membantunya menemukan istana itu, saudaraku. "  cerita si Angin Timur.


Angin Barat mendengarkan penjelasan Angin Timur dengan seksama. Lalu ia segera menggeleng,


" Maafkan aku, nona. Aku tidak tahu sama sekali dimana letak istana tersebut. Aku belum pernah tertiup sampai sejauh itu, nona. Hanya saja aku memang pernah mendengar cerita tentang seorang pangeran yang tinggal di istana aneh tersebut. "  kata si Angin Barat.


" Lalu aku harus bagaimana ? "  tanya si bungsu berkaca-kaca.


" Tenang saja. Biar aku yang membawamu ke tempat Angin Selatan. Dia lebih kuat daripada kami berdua.  Ia juga pernah tertiup ke tempat-tempat yang jauh yang mana kami belum pernah kunjungi sebelumnya. Kalau kau bersedia, ayo ikut ke punggungku. Kita terbang sekarang ! "  sahut Angin Barat.

Si bungsu mengikuti kata-kata Angin Barat. Setelah mengucapkan terimakasih dan selamat tinggal kepada Angin Timur,  mereka segera terbang menembus awan yang putih.

Secepat angin berhembus, secepat itu pula si bungsu sampai di tempat Angin Selatan, kakak Angin Barat dan Angin Timur.  Angin Barat pun menceritakan hal yang sama seperti yang dikatakan Angin Timur kepadanya. Angin Barat berharap Angin Selatan dapat membantu si bungsu menemukan istana aneh itu karena Angin Selatan pernah tertiup sampai ke tempat-tempat yang jauh.


" Oh, jadi begitu ceritanya ? Jadi ia benar-benar gadis yang kecantikannya abadi dan gadis yang telah ditakdirkan untuk sang pangeran ? "  tanya Angin Selatan.  
" Memang benar, aku sudah banyak menjelajah daerah-daerah yang jauh. Tapi sejujurnya, aku belum pernah tertiup sampai sejauh dimana istana itu berada, nona yang cantik. "  aku si Angin Selatan kepada Angin Barat dan si bungsu.


Si bungsu semakin kecewa. Ia merasa sudah tidak ada harapan lagi untuknya menemukan pujaan hatinya, sang pangeran beruang putih.
Pelan-pelan, air mata si bungsu mulai mengalir.


" Sabar, nona.  Jangan bersedih dulu. Kalau kau bersedia, aku akan menerbangkanmu ke tempat Angin Utara.  Dia yang paling kuat diantara kami karena ia adalah kakak tertua kami. Ia pun juga sudah menjelajah seluruh tempat diatas muka bumi ini. "  jelas Angin Selatan.

" Baiknya kita bertanya dahulu padanya.  Tetapi, nona cantik, kalau sampai Angin Utara saja tidak tahu dimana letak istana aneh itu, maka aku berani menjamin tidak ada seorangpun di atas muka bumi ini yang tahu tentang istana itu, nona. Bagaimana ? "  ujar Angin Selatan memperingatkan.


Si bungsu mengangguk dengan lesu. Lalu, Angin Selatan mengajak si bungsu untuk naik keatas punggungnya dan mereka pun segera terbang menuju tempat si Angin Utara.


Sesampainya mereka di tempat Angin Utara,  mereka melihat Angin Utara sedang marah-marah kepada awan mendung yang tak kunjung pergi dari hadapannya.  Akibat kedatangan Angin Selatan dan si bungsu,  Angin Utara semakin marah kepada mereka karena merasa terganggu.


Angin Utara tiba-tiba meniupkan angin yang sangat dingin disertai salju kearah Angin Selatan dan si bungsu. Membuat mereka kedinginan,


" Mau apa kalian berdua kemari ! Mengganggu saja !! "  bentak Angin Utara.


" Wooow, kakakku....kau tidak perlu marah-marah seperti padaku, apalagi meniupkan angin bersalju kepadaku.  Aku adikmu, Angin Selatan. "  ujar Angin Selatan.


" Ternyata kau ! Ada apa kau kemari ? "  tanya Angin Utara setelah emosinya mereda.


" Aku membawa tamu spesial untukmu, Kakak. Dia adalah seorang gadis cantik yang memiliki kecantikan abadi. Dia ditakdirkan untuk seorang pangeran yang tinggal di sebuah istana yang terletak diantara timur dari matahari dan barat dari bulan. Sang pangeran kini dikutuk oleh ibu tirinya yang kejam dimana ia harus menikahi wanita berhidung sepanjang tiga meter. Tahukah kau dimana letak istana timur dari matahari dan barat dari bulan itu ? "  cerita si Angin Selatan sambil memperkenalkan si bungsu.


Si bungsu merasa lututnya gemetaran saat ia harus berhadapan dengan si Angin Utara yang galak.


" Hmm.....aku ingat ! "  seru Angin Utara.  " Aku tau letak istana aneh itu. Sekali waktu aku pernah meniup daun aspen disana. Gara-gara itu aku kehilangan tenagaku selama berhari-hari ! Aku bisa membantumu. "  ujarnya.


Rona bahagia terpancar dari wajah si bungsu.


" Kalau kau pemberani dan tidak takut akan apapun, kau bisa ku terbangkan kesana. "  kata si Angin Utara.


Si bungsu tidak perlu berfikir dua kali sampai ia menyatakan bahwa ia mau diterbangkan oleh Angin Utara ke istana itu. Apapun yang terjadi, ia sudah tidak perduli asalkan ia bisa segera bertemu dengan pujaan hatinya itu.


" Baiklah. Kau beristirahatlah dulu. Kau pasti sangat lelah menepuh perjalanan jauh seperti ini. Kau harus menempuh perjalanan panjang besok, maka kau harus mengumpulkan tenaga sekarang.  Besok pagi-pagi sekali, baru kita berangkat. " ujar si Angin Utara bijak.


Keesokan paginya, dimana matahari pun belum terbangun dari peraduannya,  Angin Utara sudah membangunkan si bungsu untuk segera bersiap-siap.  Begitupun dirinya, ia menarik nafas. Lalu menggembungkan dirinya dan meniup keluar semua udara yang ada di dalam dirinya. Angin Utara benar-benar membanggakan tubuhnya yang besar dan tegap.


Setelah mereka siap, Angin Utara segera mengajak si bungsu untuk berpegangan erat di tubuhnya. Dan mereka segera terbang ke angkasa. Terus terbang meninggi hingga awan-awan berada di bawah mereka.  Seakan-akan tak ada yang bisa menghentikan mereka menembus angkasa dan menikmati birunya langit.


Mereka terus terbang dan tak sadar sudah seberapa jauh mereka melayang di angkasa.  Angin Utara tiba-tiba menukik menuju lautan yang luas.  Ia mulai menggembungkan dirinya lagi. Ia semakin turun dan terus turun hingga kaki Angin Utara menyentuh air laut.


Angin Utara memercikkan air laut ke kaki si bungsu.  Si bungsu begitu bahagia terbang menikmati alam bersama Angin Utara.
Tiba-tiba, Angin Utara menenggelamkan diri hingga mereka terbang di tenga-tengah ombak lautan yang sedang menggulung.  Tetesan ombak membasahi kepala mereka.


" Kau takut ? "  tanya Angin Utara.
Si bungsu menggeleng dan menunjukkan betapa menyenangkannya terbang bersama Angin Utara dengan berteriak sekencang-kencangnya merentangkan kedua tangannya.  Angin Utara kembali naik keatas dan menembus awan-awan.


Tak berapa lama kemudian, tampaklah sebuah daratan berupa sebuah pulau.  Angin Utara mengambil ancang-ancang melakukan pendaratan agar si bungsu bisa melompat dari punggungnya tepat di bawah jendela istana timur dari matahari dan barat dari bulan.


Setelah dirasa pas, Angin Utara meminta si bungsu melompat.  Dan sampailah si bungsu tepat di bawah jendela istana.  Setelah masa penerbangan itu, Angin Utara merasa kelelahan.  

Ia lalu memutuskan untuk beristirahat di sekitar istana timur dari matahari dan barat dari bulan untuk beberapa hari sebelum ia bisa terbang kembali ke tempat asalnya.  Si bungsu melambaikan tangan kepada Angin Utara tanda terima kasihnya yang amat dalam. Si bungsu pun memilih beristirahat di bawah jendela istana yang megah itu.


Keesokan paginya, si bungsu bernyanyi di bawah jendela istana sambil memainkan apel emas miliknya. Tanpa sengaja, hal itu menarik perhatian si putri berhidung panjang itu.  Sang putri membuka jendela istana lalu menegur si bungsu,


" Hei, apa yang mau kau lakukan dengan apel emas itu ? "  tanya si putri hidung panjang sambil memicingkan matanya


" Oh, maaf. Maksud anda ? "  sahut si bungsu dari bawah.


" Maksudnya kau mau menjual apel emas milikmu itu kepadaku ? "  jawab putri hidung panjang.


" Oh, apel ini ? " ujar si bungsu meledek sambil melihat kearah putri hidung panjang.  " Maaf yah, Tuan Putri,  apel ini tidak untuk dijual untuk emas, perak ataupun uang. "  tambahnya sambil memainkan apel emasnya.


" Lalu, kalau bukan untuk djual, buat apa kau pamerkan itu ? Atau mungkin, kau punya harga sendiri yang lebih pantas untuk apel emas itu ? "  balas sang putri.

"  Aku sudah katakan aku tak menjual ini untuk uang. Tapi kalau Tuan Putri betul-betul menginginkannya, aku mau barter. "  tegas si bungsu.


" Barter apa ? "  tanya putri hidung panjang penasaran.


" Tinggal satu malam bersama seorang pangeran yang tinggal disini. " ujar si bungsu tajam.


Putri hidung panjang tidak berfikir dua kali lagi.  Ia langsung mengijinkan si bungsu bersama sang pangeran satu malam,


" Baiklah ! Naiklah kau sekarang. "  sahut sang putri hidung panjang.


Si bungsu amat senang mendengarnya.  Ia masuk ke dalam istana itu dan bertemu putri hidung panjang.  Sang putri mengantarkannya sampai ke depan kamar sang pangeran. Si bungsu menyerahkan apel emasnya kepada sang putri.


" Tapi kau harus ingat satu hal, waktumu habis besok pagi, gelandangan ! "  seru sang putri.  Si bungsu mengerti. Pelan-pelan,  ia membuka kamar sang pangeran. Gelap tanpa cahaya.


Ia membuka tirai jendela kamar pangeran. Terlihat sang pangeran tengah terlelap. Karena begitu bahagia dapat bertemu pangeran beruang putih kembali, si bungsu lalu memeluk sang pangeran dan membangunkannya.


Tapi anehnya, sang pangeran tak jua membuka matanya.  Si bungsu terus berusaha keras membangunkannya, menggoyangkan tubuhnya dan memanggil-manggil sang pangeran. Sia-sia, pangeran tetap tertidur.
Si bungsu menjerit nangis.  Ia terus menangis di sisi pangeran sepanjang malam.


Keesokan harinya,  pintu kamar pangeran berderak,


" Hei, gelandangan, waktumu habis, tau ! Sana pergi ! "  usir putri hidung panjang kasar.


Si bungsu yang bangun terkaget segera angkat kaki dari istana. Namun, si bungsu tak mau menyerah. Ia yakin nanti ia akan dapat membangunkan sang pangeran pujaannya.  Aku akan menunggu hari esok dan mencobanya lagi, pikir si bungsu.


Esok paginya,  si bungsu kembali duduk di bawah jendela istana. Ia kembali bernyanyi sambil menyisir rambutnya agar si putri hidung panjang keluar.  Dugaannya tepat ! Putri hidung panjang membuka jendela istana. Ia terkejut karena yang ia lihat adalah gelandangan semalam yang menghabiskan waktu dengan pangeran kemarin.


Namun, ada yang aneh dalam mata si putri hidung panjang.  Hei, barang apa yang sedang di pegang oleh gelandangan itu, ya, pikir putri hidung panjang.


" Hei, mau apa lagi kau ? Dan barang apa itu ? " sahut sang putri dari kejauhan.


" Ini sisir emas, Yang Mulia. "


" Mau apa kau dengan sisir emas itu ? Kau menjualnya ? "  tanya si putri.


" Aku tidak menjualnya untuk emas ataupun uang, Yang Mulia. "  ujar si bungsu sambil membungkukkan badannya.  " Aku ingin barter saja. "


" Barter apa ? "  tanya sang putri.


" Sama seperti kemarin, Yang Mulia. Aku ingin satu malam bersama pangeran tampan yang tinggal di istana ini. "


Putri hidung panjang mengijinkan si bungsu,


" Baiklah ! Selama sisir emas itu menjadi milikku. "  sahut si putri.  " Naiklah kau keatas. "  serunya.


Si bungsu kembali bersiap-siap. Ia yakin akan dapat membangunkan sang pangeran. Putri hidung panjang kembali menemuinya dan mengantarkan si bungsu ke depan kamar sang pangeran.  Lalu segera merebut sisir emas itu dari tangan si bungsu dan meninggalkannya.


Si bungsu membuka pintu dengan sangat hati-hati.  Kembali ia menemukan kamar pangeran dalam keadaan gelap.  Ia berlari ke jendela dan menyibakkan tirainya. Ia melihat sang pangeran sedang tertidur lelap.  Si bungsu segera mendekati pangeran dan berusaha untuk membangunkannya, menggoyangkan badannya dan memanggil-manggil sang pangeran. Namun, sang pangeran tetap tak bergeming.


Si bungsu menangis. Ia berlutut dan berdoa sepanjang malam agar sang pangeran membuka matanya. Ia terus menangis...menangis...berdoa....sampai keesokan harinya.


Pintu kamar sang pangeran berderak,


" Hei, gelandangan ! Waktumu sudah habis ! Ayo sana pergi ! Tak ada tempat yang baik di istana ini bagi orang seperti kau ! " usir putri hidung panjang kasar.


Si bungsu bangun dengan terkejut. Ia segera keluar dari istana itu.  Aku tak boleh menyerah, ujar bungsu dalam hati. Ia yakin ia bisa membangunkan sang pangeran. Pangeran beruang putih membutuhkanmu, seru si bungsu dalam hatinya untuk menguatkan tekadnya.


Hari berikutnya, pagi-pagi sekali, si bungsu kembali duduk di bawah jendela istana. Ia bernyanyi sambil berputar-putar dengan roda emas miliknya. Ia berharap agar si putri hidung panjang keluar lagi dan melihatnya dengan barang barunya. Ia menunggu dan menunggu. Aha, dugaannya kembali tepat !


Dilihatnya dari bawah jendela, putri hidung panjang membuka jendela istana dan melongokkan kepalanya kebawah,


" Hei, kau lagi ! "  seru putri hidung panjang.


" Aku memiliki barang bagus, Yang Mulia. Lihatlah ini. "  pamer si bungsu dengan roda emasnya kepada putri hidung panjang.  Putri hidung panjang amat bernafsu melihat mainan itu. Ia tidak pernah memiliki mainan itu sebelumnya.


" Juallah mainan itu kepadaku ! "  seru sang putri.


" Mainan ini tidak untuk dijual, Yang Mulia. "  jawab si bungsu.


" Haa..aku tahu ! Kau mau barter lagi denganku 'kan ? "  tanya sang putri.


Si bungsu mengangguk.


" Baiklah kalau itu memang maumu. Datanglah kau kemari besok pagi. "


Si bungsu senang permintaannya dikabulkan walau ia harus menunggu satu hari lagi untuk bertemu dengan sang pangeran.


Malamnya, putri hidung panjang membawa sebuah nampan yang berisi obat-obatan dan segelas air ke kamar sang pangeran.  Ia mengetuk pintu dan terdengar sahutan dari dalam,


" Masuklah. "


Ternyata, sang pangeran beruang putih sudah bangun dari tidur panjangnya,


" Oh, kau rupanya. "  sahut pangeran kepada putri hidung panjang.


" Yang Mulia, aku membawakan obat-obatan untuk anda.  Kata Yang Mulia Ratu, Ibu anda,  anda harus meminum obat ini agar kesehatan anda segera pulih dan siap untuk melangsungkan pernikahan. "  kata putri hidung panjang.


" Letakkan saja di meja itu. "  tunjuk pangeran ke sebuah meja dekat jendela.


" Tidak bisa, Yang Mulia. Saya harus memastikan anda meminum obat ini. Anda harus segera sehat untuk pernikahan kita. "  desak sang putri.


Pangeran bangun dari tempat tidurnya dengan malas.  Ia menyuruh sang putri mendekat kepadanya dan memberikan obatnya.  Pangeran beruang putih tau bahwa bukan obat kesehatan yang diberikan kepadanya melainkan obat tidur. 


" Tolong panggilkan terlebih dahulu pelayan-pelayan pribadiku. "  sahut pangeran.


Putri hidung panjang segera memanggil pelayan-pelayan pribadi pangeran dan berkumpul di kamar sang pangeran. Setelah semua pelayan berkumpul, putri hidung panjang memberikan isyarat agar pangeran segera meminum obatnya.


" Setelah aku minum ini, tinggalkan aku bersama pelayan-pelayanku. " ujar pangeran.  Sang putri mengangguk. Segera saja, pangeran mengambil obat yang telah disediakan dan meminumnya. Setelah memastikan sang pangeran meminum obatnya, sang putri memohon diri.


Begitu sang putri keluar dan pintu tertutup, sang pangeran memuntahkan obat yang ia minum dari putri hidung panjang. Ia sengaja berpura-pura meminumnya agar sang putri cepat pergi.  Para pelayan senang sang pangeran tidak meminum obat dari sang putri.


" Kami senang anda selamat dari obat-obatan itu. Yang Mulia Ratu yang menyuruh si hidung panjang memberikan obat - obat itu, Yang Mulia. " kata salah seorang pelayan.


" Aku tahu. Itu obat tidur. Terpaksa aku meminumnya dari kemarin. "  keluh pangeran.  " Apa yang terjadi selama aku tertidur panjang kemarin ? "  tanyanya.


" Yang Mulia, ada seorang gadis yang amat cantik yang selalu datang ke kamar pangeran sejak beberapa hari yang lalu.  Dia selalu menangis dan berdoa sepanjang malam. Kami semua mendengar tangisannya yang pilu saat kami melewati kamar Yang Mulia. "  ujar salah seorang pelayan yang lain.


" Bahkan para tahanan yang berada di samping kamar pangeran pun mendengar dan membicarakan tangisan wanita cantik itu, Yang Mulia. "  kata pelayan tersebut di iringi anggukan pelayan yang lain.


Entah perasaan atau insting, sang pangeran seakan-akan tahu bahwa yang datang ke kamarnya dan menangisinya adalah si bungsu.


" Lalu bagaimana kejadiannya ? "  selidik sang pangeran.


" Yang Mulia Putri Hidung Panjang setiap pagi mengijinkan si gadis yang cantik itu masuk ke dalam kamar Yang Mulia. Lalu, si gadis itu memberikan sebuah barang sebagai tanda bayarannya. "  ujar pelayan yang lain.


Pangeran mengangguk,


" Akankah ia datang lagi ? "  tanya pangeran penasaran.


Semua pelayan menggeleng dan mengangkat bahu. Sang pangeran menyuruhnya pergi agar ia bisa berpura-pura tidur.  Tak lama,  putri hidung panjang masuk ke dalam kamar pangeran dan memastikannya telah tertidur pulas.


Keesokan paginya, si bungsu sudah menunggu putri hidung panjang di depan istana.  Sesuai janjinya, putri hidung panjang mengijinkan si bungsu masuk namun kali ini ia tidak mengantarkan si bungsu ke depan kamar pangeran.


" Masuklah kau sendiri. Kau sudah tau tempatnya 'kan ? "  ucap sang putri dengan ketus.
Si bungsu mengangguk.

" Berikan mainan itu sekarang ! "  seru sang putri.  Namun si bungsu menahannya.


" Apakah anda yakin menginginkan ini, Yang Mulia ? Aku rasa anda memiliki banyak mainan yang pasti lebih bagus dari yang saya punya. "  kata si bungsu.


Tanpa banyak bicara sang putri merebut roda emas milik si bungsu dan segera pergi meninggalkannya.  Si bungsu berjalan keatas ke depan kamar sang pangeran. Ia lalu mencoba mengetuk pintu kamarnya dan membukanya perlahan-lahan.  Si bungsu menemukan kamar dalam keadaan gelap.  Seperti biasa, ia berjalan menuju jendela dan membuka tirainya.


Ia lalu mendekati sang pangeran. Tanpa terasa air matanya kembali berurai.


" Wahai pujaan hatiku Yang Mulia Pangeran Beruang Putih, bilakah kau akan membuka matamu untukku ? Mungkin ini akan menjadi malam terakhirku bersamamu. Aku tak punya barang apapun lagi yang bisa kutukarkan dengan sang putri agar bisa bersamamu. "  isak si bungsu.


Tak disangka, pangeran membuka matanya dan memeluk si bungsu.


" Kau datang. "  ujar pangeran.  "  Aku sudah lama menunggumu. Tapi, sayang, besok aku akan menikahi si hidung panjang. Padahal kaulah satu-satunya penyelamatku. "

Si bungsu amat senang melihat pangeran telah membuka matanya. Mereka berpelukan melepas rindu. Penderitaan dan penantian si bungsu terbayar sudah melihat pujaan hatinya telah membuka matanya kembali.  Namun, masih ada satu masalah, sang pangeran akan menikahi putri hidung panjang besok. Apa yang bisa mereka lakukan untuk mencegahnya ?


Mereka berbincang sepanjang malam dan saling bercanda.  Saling berpelukan seperti tidak akan lepas selamanya.


" Apa yang harus kita lakukan besok ? "  tanya si bungsu meletakkan kepalanya di bahu sang pangeran.


" Aku belum ada ide. Baiknya kita pikirkan bersama. "  ujar pangeran menenangkan.


Namun, hampir matahari terbit, ide itu belum muncul juga.


" Yang Mulia, aku sudah harus pergi. Sebentar lagi putri hidung panjang akan mengusirku. Apa yang harus kita lakukan ? "


" Baiklah. Aku ada ide. Tapi kau harus membantuku.  Tanpamu ideku ini tidak akan berjalan baik. "  ujar sang pangeran.  Lalu, pangeran membisikkan sesuatu di kuping si bungsu.  Si bungsu memperhatikan setiap perkataan pangeran.


" Mengapa harus begitu ? "  tanya si bungsu setelah pangeran selesai menjelaskan.


" Nanti kau juga tahu. Sekarang berpura-puralah menangis dan aku akan kembali tertidur lagi. "  kata pangeran.


Si bungsu mengangguk paham.  Mereka berdua menjalankan aktingnya dengan sangat baik. Tibalah suara langkah kaki menuju kamar sang pangeran dan terdengar pintu berderak,


" Hei, gelandangan ! Waktumu sudah habis. Sana pergi !  Tak ada tempat bagi gelandangan sepertimu disini ! "  usir sang putri kejam sambil menarik tubuh  si bungsu dan mendorongnya keluar istana.


Tetapi, seperti rencananya dengan sang pangeran,  si bungsu tetap menunggu di depan pintu istana sambil memandang keatas jendela istana berharap rencana yang telah dibuat berjalan mulus.


Putri hidung panjang masuk ke dalam kamar pangeran dan membangunkannya.  Ia memang memberi obat tidur untuk sang pangeran namun dengan dosis yang tidak tinggi sehingga pangeran akan terbangun keesokan harinya.


" Yang Mulia, hari ini adalah hari pernikahan kita. Segeralah bersiap-siap.  Saya akan memanggil semua pelayan anda untuk membantu anda. Saya sendiri juga akan bersiap-siap. Yang Mulia Ratu telah menunggu kita di aula istana. "  


Pangeran terbangun dengan malas. Ia menguap dengan malas lalu memberikan isyarat kepada sang putri agar lekas meninggalkan kamarnya.  Segera saja para pelayan masuk ke dalam kamar sang pangeran lalu membantunya mempersiapkan segala kebutuhannya.


Sang pangeran menyuruh seorang pelayannya mengambilkan sebatang lilin dan dinyalakan. Sembari menunggu lilinnya meleleh, para pelayan mengungkapkan kesedihannya harus melihat pangeran menikahi makhluk troll si putri berhidung panjang.


" Sudah. Tak perlu kalian bersedih. Aku memiliki rencana sendiri. "  ujar pangeran.


Ia lalu mengambil lilin yang sudah meleleh itu lalu menuangkan air lelehan lilin tersebut ke atas baju pengantinnya. Air lelehan itu sedikit berwarna kehitaman.


" Sempurna ! "  seru pangeran.  Para pelayan kebingungan untuk apa pangeran merusakkan baju pengantinnya sendiri.  "  Tinggal tunggu kering. " sahut pangeran pelan.  Lalu ia menyuruh semua pelayannya pergi.


Aula istana gegap gempita.  Seluruh makhluk troll tengah berkumpul disana. Dari yang pendek sampai yang tingginya mencapai tiga meter. Dari yang hidungnya seperti babi sampai hidungnya panjang mencapai 5 meter dan menyapu lantai.  Sang ratu jahat memasuki aula dan naik keatas singgasananya.


" Wahai para sahabatku, marilah kita bergembira merayakan pernikahan putra-putri kita. "  seru ratu jahat.  Semua troll bersorak sorai.  Sang ratu mempersilahkan orangtua si putri hidung panjang naik ke singgasananya dan duduk disebelah kursinya.


" Hari ini kita akan melewati hari yang paling membahagiakan. Apabila hari ini selesai, maka kita semua akan menjadi satu saudara dan satu keluarga ! Kalian akan kuberikan wilayah di seluruh negeri ini untuk kalian pimpin. Negeri ini akan diserahkan kepada para troll ! "  seru ratu jahat lagi.


Semua troll bertepuk tangan gembira. Ruangan begitu ramai dengan kehebohan dari para troll menunjukkan kegembiraannya. Mereka akan segera menjadi penguasa terkuat di negeri ini dan akan menjadi tamu kehormatan di dalam istana timur dari matahari dan barat dari bulan.


Tak berapa lama kemudian, sang putri hidung panjang memasuki aula dengan gaun pengantinnya yang indah.  Ia sangat cantik, menurut para troll dan ratu jahat. Lalu, tangan sang putri digandeng oleh ayahnya tercinta untuk duduk diantara orangtuanya diatas singgasana sang ratu.


Lalu, sang pangeran datang dengan gagahnya. Dengan berpakaian lengkap beserta pedangnya, ia memasuki aula istana dan membuat semua troll terkesima akan ketampanan dan kegagahannya. Mereka menyambut sang pangeran dengan gembira.


Ada yang bertepuk tangan dengan kerasnya,  ada yang berlompatan kesana kemari, ada yang mencoba memeluk dan mencium sang pangeran namun segera ditepis sang pangeran.  Sang Pangeran segera disambut oleh ibu tirinya yang jahat.


" Aku senang melihatmu disini, Nak. Hanya sedikit bingung kenapa kau tidak memakai baju pengantinmu. " ujar sang ratu mempersilahkan pangeran naik keatas singgasananya.


" Ibu, aku mau menyampaikan pesan. "  kata sang pangeran. Ratu jahat tersenyum dan mengangguk


" Baiklah, saudara-saudaraku. Tenanglah kalian dulu. Putraku yang tentunya akan menjadi putra mahkotaku ingin menyampaikan sesuatu berhubungan dengan pernikahan ini. "  seru ratu jahat.


Tiba-tiba seluruh aula menjadi hening. Mereka memperhatikan setiap ucapan dan gerak gerik pangeran.  Ratu mempersilahkan sang pangeran maju ke podium.


" Hadirin yang saya hormati. Ada sedikit masalah yang terjadi di pernikahan ini.  Tadi, saat saya mau bersiap-siap memakai baju pengantin, saya melihat ada bercak noda lelehan lilin diatas baju pengantin saya.  Dan saat itu pula saya bersumpah saya akan menikahi wanita yang bisa mencucikan baju dan membersihkan noda itu.  Karena itu saya ingin tahu wanita seperti apa yang akan saya nikahi ini ! Apa ia bisa menghilangkan noda dari baju saya. "  seru pangeran lantang.


" Itu adalah hal kecil yang setiap wanita bisa mengerjakannya. "  seru ratu jahat dengan yakinnya. Seluruh troll mengiyakan. Pangeran mengangguk dan menyuruh pelayan-pelayannya mengambil bajunya, ember berisi air dan sabun serta sikat baju untuk sang putri hidung panjang mencuci pakaiannya. Pangeran mempersilahkan sang putri mencobanya.


Putri hidung panjang mencelupkan sabun yang banyak hingga menimbulkan banyak busa. Lalu, ia mencelupkan baju itu dan mulai menyikatnya sekuat tenaga. Justru bukannya bersih, noda lelehan lilin itu semakin melebar dan semakin menghitam. " Aduuuh....kenapa tidak bisa hilang juga ! "  jerit putri hidung panjang.


Hampir satu jam lamanya para troll menunggu sang putri menyelesaikan pekerjaannya. Ibunda putri hidung panjang menjadi tidak sabar lalu mendekati putrinya dengan marah, 

" Apa kubilang ! Jadi orang jangan pemalas. Nih, buktinya ! Mencuci ini saja kau tidak sanggup. Kemarikan ! Biar Ibu yang mengerjakannya. "  omel ibu putri hidung panjang kepada anaknya.


" Oh, licin sekali baju ini ! "  sungut ibu putri hidung panjang karena memang baju pengantin pangeran terbuat dari bahan sutra berkualitas nomor satu.  Ibu sang putri sekuat tenaga mencuci dan menggosok baju pangeran dengan sabun. Namun, hasilnya tidak juga bersih. Malah semakin kotor dan bahkan hampir merobek baju sang pangeran.


Karena tidak juga berhasil, akhirnya satu per satu troll dipersilahkan mencoba mencuci baju pengantin sang pangeran. Bukannya makin bersih, malah noda lelehan lilin itu makin melebar, menghitam sehitam cerobong asap.  Para troll mengeluh panjang lebar karena tidak berhasil mencuci baju pengantin sang pangeran.  Putri hidung panjang hanya bisa menangisi nasibnya yang jelek.


" Tidak adakah satupun diantara kalian yang sanggup mencuci ini ? Tidak ada ? "  seru pangeran lantang. Seluruh troll pun menggeleng dengan tertunduk.


" Kalian payah ! Buka pintu aula ! "  seru pangeran.  Tetapi, di depan pintu aula ternyata ada seorang gadis yang amat cantik tampak kebingungan. Lalu, ia dipanggil oleh sang pangeran,


" Sedang apa kau disini, nona ? "  tanya sang pangeran kepada gadis itu yang ternyata adalah si bungsu.


" Aku...aku...tersesat sampai kemari. Ada apa Yang Mulia memanggil saya ? "  tanya si bungsu gemetar sambil membungkukkan badan.


" Aha ! Kenapa kau tidak ikut mencobanya ? Cucilah bajuku. "  sahut sang pangeran.  Si bungsu pura-pura bingung,

" Apa ? Mencuci baju Yang Mulia ? Memangnya kenapa ? "  tanya si bungsu.

Seluruh troll yang ada di aula terkejut. Salah satu dari mereka memprotes tindakan sang pangeran, namun pangeran mengancam akan segera membatalkan pernikahan ini mengingat sumpahnya hanya menikah dengan wanita yang bisa mencuci bajunya.


" Aku akan menikah hari ini. Namun, saat aku akan menggunakan pakaian pengantinku, aku melihat ada bercak noda lelehan lilin diatas bajuku hingga aku tak mungkin memakainya. Aku bersumpah hanya akan menikahi wanita yang mampu mencucikan pakaianku hingga bersih. Ternyata, calon istriku sendiri tak sanggup mencucikan pakaian calon suaminya. "  seru pangeran dengan tegas.


Putri hidung panjang hanya bisa tertunduk malu dengan sindiran sang pangeran.


" Apakah kau mau mencoba mencucikannya untukku ? "  tanya sang pangeran.  Si bungsu membungkukkan badannya lalu ditunjukkan ember, air sabun dan sikat oleh pangeran.


" Kau yakin kau bisa mencucikan ini, nona ? Karena kalau kau tidak bisa atau membuat bajuku rusak, akan kuhukum pancung engkau ! "  tegas pangeran.


" Aku tidak tahu, tapi biarlah aku mencobanya terlebih dahulu, Yang Mulia. "  jawab si bungsu tergagap.


Si bungsu mencelupkan baju ke dalam ember air sabun tersebut. Lalu merendamnya selama setengah jam. Kemudian si bungsu mengangkat baju itu dan menguceknya berkali-kali di dalam air sabun hingga noda itu bersih. Ia membilas baju itu hingga bersih dan menunjukkannya kepada semua hadirin disitu dan kepada pangeran serta ratu.


Semua yang hadir terkejut.


" Kaulah istri yang tepat bagiku. "  seru pangeran lantang.


Semua troll menjadi marah karena kejadian itu.  Ibu putri hidung panjang sangat marah lalu terbang mengelilingi aula istana dan bersuara sangat menakutkan. Ayah putri hidung panjang menarik tangan putrinya dan membawanya terbang.


Seluruh troll pun beterbangan mengelilingi aula istana dan menghancurkan seluruh aula disertai suara-suara menakutkan. Kesal akan ratu jahat yang ingkar pada janjinya, mereka membawa ratu jahat itu terbang bersama mereka.


Ratu jahat berteriak-teriak meminta tolong. Seluruh aula menjadi amburadul. Si bungsu yang ketakutan bersembunyi di balik punggung pangeran.  Beberapa troll yang kesal mencoba menyerang pangeran, namun dengan sigap seluruh pengawal istana dan pangeran menumpas mereka keluar.  Para troll yang membawa ratu, melempar keluar si ratu jahat ke jendela dan ratu jahat pun akhirnya mati.


Para troll berhamburan terbang keluar meninggalkan istana. Para pengawal, pelayan, dan pangeran beserta si bungsu bersorak gembira. Mereka terbebas dari cengkeraman para troll jahat di istana. Pangeran dan si bungsu berpelukan.


" Bagaimana kau tahu bahwa troll-troll itu takkan bisa mencuci pakaianmu, Yang Mulia ? "  tanya si bungsu.


" Mereka adalah troll. Tak mungkin bisa mencuci seperti manusia. Lagipula, bahan bajuku adalah sutra. Noda di bahan sutra tak bisa hilang dengan cara menyikat. Justru akan merusak baju itu sendiri. "  ujar pangeran.


Akhirnya, si bungsu menikah dengan pangeran. Mereka memimpin kerajaan dengan adil dan seluruh rakyat menjadi makmur dan sentosa. Mereka juga membebaskan para tahanan yang di penjara tepat disebelah kamar pangeran.


Si bungsu dan si pangeran menjadi Raja dan Ratu dari Istana Timur Dari Matahari Dan Barat Bulan. 

Sejak saat itu, aku tidak pernah mendengar cerita mereka lagi.


Catatan kaki : troll adalah sejenis makhluk yang berwajah aneh. ada yang baik juga ada yang jahat. rata-rata mereka memiliki rambut berwarna-warni, ada yang memiliki hidung panjang, ada yang hidungnya pendek seperti babi, ada yang tinggi seperti raksasa tetapi juga ada yang pendek seukuran lutut orang dewasa.


T A M A T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Be well so other person will be good to you

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...